Rupiah menutup kuartal I-2023 dengan impresif, kembali ke bawah Rp 15.000/US$. Pada periode Januari – Maret, Mata Uang Garuda sukses menguat 3,8% menjadi yang terbaik di Asia dan nomer enam di dunia.
Pada perdagangan Jumat (31/3/2023), rupiah sukses menguat empat hari beruntun, berakhir di Rp 14.990/US$, level terkuat sejak 3 Februari.
Pada pekan ini, ruang berlanjutnya penguatan rupiah terbuka cukup besar melihat sentimen pelaku pasar yang membaik. Hal ini tercermin dari bursa saham AS (Wall Street) yang melesat pada Jumat pekan lalu pasca rilis data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE).
Inflasi inti PCE tumbuh 0,3% pada Februari dari bulan sebelumnya, lebih rendah dari prediksi Dow Jones 0,4%. Sementara secara tahunan, tumbuh 4,6% juga lebih rendah dari prediksi 4,7%.
Inflasi PCE merupakan acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Pertumbuhan yang semakin rendah menguatkan ekspektasi The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi.
Bahkan, pasar melihat The Fed bisa memangkas suku bunganya pada September nanti. Pekan ini akan ada rilis data tenaga kerja Amerika Serikat yang juga merupakan acuan The Fed. Tetapi data tersebut baru dirilis pada Jumat (7/4/2023), sehingga baru akan berdampak ke pasar finansial Indonesia pekan depan.
Sebelum rilis data tersebut rupiah masih akan volatil melawan dolar AS, dengan kecenderungan menguat.
Dari dalam negeri, data inflasi menjadi perhatian utama. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan menembus 5,15% pada bulan ini. Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Februari yang tercatat 5,47%.
Hal ini tentunya menjadi kabar baik, sebab inflasi menurun saat memasuki bulan Ramadhan yang biasanya menjadi puncak tertinggi.
Secara teknikal, rupiah saat ini berada di bawah rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50), MA 100 dan MA 200. Sehingga ruang penguatan tentunya terbuka lebih besar.
Penguaran Mata Uang Garuda semakin terakselerasi setelah sukses menembus level psikologis setelah sukses melewati Rp 15.090/US$ yang sebelumnya menjadi support kuat.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50% yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Selama mampu bertahan di bawah level psikologis Rp 15.000/US$, rupiah berpeluang menguat lebih jauh ke kisaran Rp 14.900/US$ – Rp 14.840/US$ yang menjadi support kuat pekan ini.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian mulai masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold(di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic masuk wilayah oversold, artinya ada risiko rupiah mengalami koreksi.
Rp 15.090/US$ akan menjadi resisten terdekat yang bisa menahan pelemahan rupiah. Tetapi jika ditembus, ada risiko pelemahan akan lebih besar.